Populasi penduduk dunia diprediksi pada
tahun 2010 berjumlah kira-kira 8 milyar orang. Untuk penyediaan pangan
pada tahun tersebut diperlukan peningkatan produksi tanaman. Makanan
sangat esensial untuk pemeliharaan kehidupan yang langgeng. Pada suatu
negara bidang pertanian menjadi hal penting dan menjadi dasar bagi
penyediaan pangan bagi penduduknya.
Pemuliaan tanaman konvensional bekerja
untuk memperbaiki kualitas dan peningkatan hasil suatu tanaman dengan
berbagai teknik perbaikan tanaman dan berhasil dengan adanya “Revoluasi
Hijau”. Di antra 3000 spesies tanaman yang digunakan sebagai makanan,
hanya 29 spesies tanaman sebagai sumber makanan utama. Spesies tersebut
antara lain 8 spesies sereal, 7 legum, 7 berbiji minyak, 3 tanaman yang
berakar, 2 tanaman sumber gula, dan 2 tanaman pohon. Sebagai tambahan
ada kira-kira 15 spesies utama tanaman sayur-sayuran dan 15 spesies
utama tanaman buah-buahan. Spesies-spesies tanaman tersebut digunakan
sebagai sumber protein, kalori, vitamin, dan mineral bagi manusia.
Namun dengan perkembangan kemajuan
manusia dan tekanan pertambahan penduduk dunia, permintaan akan pangan
akan semakin meningkat baik dari segi kualitas dan kuantitas. Teknologi
perbaikan tanaman yang semakin cepat dan maju membuat kita optimis bahwa
teknologi dapat menyediakan kebutuhan penduduk dunia tersebut.
Hukum Genetik Mendel’s (1864) menjadi
motor penggerak dimulainya pemuliaan tanaman yang lebih terarah. Prinsip
pemuliaan tanaman adalah identifikasi dan seleksi suatu sifat yang
diinginkan dan selanjutnya dikombinasikan ke dalam suatu individu
tanaman. Semua sifat yang diinginkan dikendalikan oleh gen yang
berlokasi pada khromosom tanaman, pemuliaan tanaman berarti melakukan
pekerjaan manipulasi kromosom.
Pada umumnya ada 4 cara manipulasi khromosom :
1. Khromosom yang sama diambil dan
diletakkan dalam suatu individu tanaman untuk memperoleh suatu
homozogositas, metode tersebut disebut pure-line selection.
2. Khromosom yang berbeda digabungkan untuk memperoleh suatu heterozigositas, metode ini disebut hibridisasi.
3. Variabilitas genetik baru diperoleh dengan mutasi spontan atau dengan
mutasi buatan (secara fisik dan kimiawi).
4. Polypoidi, yaitu teknik meningkatkan jumlah ploidi suatu tanaman sehingga
tanaman dapat berbuah lebih besar, lebih tinggi dan lain-lain.
Hasil yang diperoleh dengan
kegiatan-kegiatan pemuliaan di atas adalah ditemukannya gendum dan padi
yang berproduksi lebih tinggi (tahun 1960). Produksi tanaman makanan
tersebut telah menyelamatkan manusia dari kekurangan pangan (Green Revolution)
dan sangat berdampak terhadap sosial, ekonomi, dan status nutrisi
manusia. Namun demikian, diperolehnya tanaman yang berproduksi tinggi
tersebut sangat tergantung kepada pemupukan, irigasi, dan input
teknologi lainnya yang tinggi.
.
Perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan
melalui modifikasi genetik baik dengan persilangan tanaman secara
konvensional ataupun dengan bioteknologi melalui rekayasa genetik.
Kehadiran teknologi transformasi memberikan wahana baru bagi pemulia
tanaman untuk memperoleh kelompok gen baru yang lebih luas.
Gen yang ditransfer kedalam genom suatu
tanaman untuk membentuk tanaman transgenik bisa berasal dari spesies
lain seperti bakteri, virus, atau tanaman lain.Gen yang diperoleh dengan
jalan sintesis secara kimia juga berhasil ditrasnformasikan ke tanaman.
Pada dasarnya gen yang ditransfer tersebut haruslah gen yang bermanfaat
yang belum ada atau belum dipunyai tanaman. Teknik rekayasa genetik
dapat digunakan sebagai mitra dan pelengkap teknik pemulian tanaman yang
sudah mapan dan telah digunakan selama bertahun-tahun.
Rekayasa genetika memiliki potensi
sebagai yang ramah lingkungan. Selain ramah lingkungan, teknologi
rekayasa genetik diharapkan akan dapat membantu mengatasi masalah
pembangunan pertanian yang tidak dapat dipecahkan secara konvensional.
Sebagai contoh, dalam rangka meningkatkan produksi pertanian guna
memenuhi kebutuhan penduduk yang selalu bertambah, salah satu kendala
utamanya adalah faktor biotik, seperti hama dan penyakit. Melalui
rekayasa genetik sudah dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat
baru seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, atau herbisida, atau
peningkatan kualitas hasil. Tanaman tersebut sudah banyak ditanam dan
dipasarkan diberbagai negara. Disamping hal positif dari tananman
transgenik, terdapat kekhawatiran sebagai masyarakat bahwa tanaan
transgenik tersebut akan menggangu, merugikan dan membahayakan bagi
keanekaragaman hayati, lingkungan, dan kesehatan manusia. Kekhawatiran
tersebut bisa anggapan bahwa tanaman hasil rekayasa genetik dapat
memenidahkan gen kerabat liar dan menjadi gulma super, menimbulkan
dampak negatif bagi serangga berguna, menyebabkan alergi, ataukeracunan,
atau bahwa bakteri di dalam perut menjadi resisten terhadap antibiotik
akibat penggunaanmarka tahan antibiotik dalam tanaman transgenik.
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi
dan kajian teknis aspek tanaman hayati sebelum produ rekayasa genetik
digunakan dan komersialisasikan. Sehubungan dengan kebutuhan tersebut
telah dikeluarkan Keputusan Menteri Pertanian No: 856/Kpts/HK.
330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan Hayati Produk Bioteknologi
Pertanian Hasi Rekayasa Genetik. Karena di dalam Keputusan Menteri
Pertanian tersebut belum mencakup aspek keamanan pangan maka telah
ditetapkan Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan
Perkebunan, Menteri Kesehatan, danMenteri Negara Pangan dan
Horitulkutura tentang tanaman keamanan hayati dan keamanan pangan yang
telah ditandatangani pada 29 September 1999.
Dalam makalah ini akan diuraikan tentang
status penelitian dan pengembangan rekayasa genetik tanaman, persepsi
masyarakat terhadap tanaman transgenik dan manfaatnya, kekhawatiran
terhadap tanaman transgenik, pengaturan kemanan pangan di negara lain,
peraturan keamanan hayati dan keamanan pangan di Indonesia, serta
pengujian keamanan hayati tanaman transgenik. Salah satu kendala utama
dalam rangka meningkatkan produksi tanaman pertanian guna memenuhi
kebutuhan penduduk yang selalu bertambah, adalah faktor biotok, seperti
hama dan penyakit tanaman. Perakitan tanaman tahan hama atau penyakit
secara konvesional dapat dilakukan melalui pemulian tanaman, tetapi pada
beberapa jenis komuditas sumber gen ketahanan sulit diperoleh bahkan
tidak di jumpai pada plasma nutfah yang tersedia. Dalam upaya membantu
memecahkan masalah tersebut, bioteknologi melalui rekayasa genetik
menawarkan suatu alternatif terobosan teknologi yang sangat menarik.
Karena melalui rekayasa genetik dapat membuka peluang untuk mengisolasi
gen ketahanan dari organisme lain seperti bakteri,virus atau bahkan
tanaman yang secara konvensional tidak mungkin dilakukan. Kemudian gen
yang sudah dikontritruksikan bisa dipindahkan kedalam tanaman budidaya
yang diinginkan.
2. Tahapan Teknologi
Dalam memproduksi tanaman transgenik
melibatkan beberapa langkah dalam teknik biologi molekuler dan seluler.
Suatu sifat yang diinginkan harus dipilih dan gen yang mengatur sifat
tersebut harus dididentifikasi. Apabila gen yang diinginkan harus
dipilih dan gen yang mengatur sifat tersebut harus diidentifikasi.
Apabila gen yang diinginkan belum tersedia, maka harus diisolasi dari
organisme donor.
Supaya gen tersebut dapat berfungsi maka harus dimodifikasi secara molekuler, yaitu harus mengandung daerah pengaturan (regulatory region),
sehingga dapat diekspresikan pada tanaman dengan tepat dan benar. Gen
yang sudah diisolasi harus dikontruksi dalam suatu vector plasmid untuk
ditransfer ke tanaman secara langsung via partikle bombardment atau
tidak langsung dengan media vector Agrobacterium. Plasmid yang
digunakan untuk transformasi tanaman tidak hanya mengandung gen dari
sifat yang diinginkan tetapi gen marka (gen penanda) untuk seleksi,
seprti gen ketahanan terhadap antibiotik atau herbisida. Gen marka
tersebut akan memudahkan seleksi sel atau jaringan yang ditransformasi.
Agar transfer gen berhasil, maka gen yang
dimasukkan ke tanaman harus dapat diinsersikan ke genom tanaman,
terekspresi, dan tetap terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel
selanjutnya. Selanjutnya sel atau jaringan tanaman yang ditransformasi
harus dapat diregenerasikan menjadi suatu tanaman.
Regenerasi tanaman dapat dilakukan dengan
cara organogenesis atau embriogenesis. Regenerasi tanaman merupakan
langkah yang paling sulit dilakukan. Tanaman transgenik yang diperoleh
harus dikarekterisasi secara molekuler untuk mengkonfirmasi integritas
gen yang dimasukkan dan menentukan jumlah kopinya di dalam genom
tanaman. Karekterisasi secara biokimia diperlukan untuk mengetahui
ekspresi gen tersebut. Setelah tahapan tersebut, tanaman diuji di
laboratorium dan rumah kaca untuk mengetahui karakterisasi sifat yang
diinginkan.
3. Sumber Gen
Pemulian tanaman konvensional memiliki
keterbatasan, yaitu sumber donor gen haruslah berasal dari tanaman yang
secara persilangan harus kompatibel. Seringkali sumber gen yang
diinginkan terbatas atau sering tidak dijumpai pada plasma nutfah yang
tersedia. Bioteknologi melalui rekayasa genetika dapat mengatasi kendala
tersebut. Isolasi gen dari organisme lain seperti bakteri, virus dan
lain-lain dapat dilakukan dengan mudah. Gen yang berasal dari luar
spesies bahkan dari luar kingdom yang sudah sudah dikontruksi dengan
teknologi DNA rekombinan dapat dimasukkan ke dalam tanaman budidaya.
Sejumlah gen yang dapat dimanfaatkan
untuk perbaikan tanaman melalui rekayasa genetik adalah gen ketahanan
terhadap cekaman lingkungan biotik maupun abiotik, dan gen untuk
modifikasi kualitas produk tanaman. Penelitian transformasi untuk
memproduksi tanaman tahan serangga hama dan penyakit difokuskan pada
protein-protein yang mengandung kode gen tunggal. Beberapa contoh gen
ketahanan terhadap hama atau penyakti adalah gen Bt, proitenase inhibitor, cowpea trypsin inhibitor, kitinase, coat protein virus. Gen-gen yang mengatur ketahanan tersebut bersifat tunggal, sehingga lebih mudah dimasukkan ke dalam tanaman.
Gen phosphinotricin acetyl transferase (PAT) diisolasi dari Streptomyces hygroscopicus dan gen 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synt5hase (EPSPS) dari bakteri Klebsiella pneumonial digunakan untuk mentransformasi tanaman toleran terhadap herbisida. Gen metallothionen-II digunakan untuk memperoleh tanaman yang tahan terhadap logam berat. Gen mannitol-1-phosphate dehydrogenase digunakan untuk memperoleh tanaman yang tahan terhadap salinitas. Gen yang mengkode methionine rich seed protein dimanfaatkan untuk meningkatkan kandungan methionin pada tanaman kedelai. Pendekatan teknologi antisense digunakan untuk menunda pemasakan buah dan perubahan warna pada bunga.
4. Teknik Transfer Gen
Teknologi pemindahan gen atau transfer
gen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung.
Contoh transfer gen secara langsung adalah perlakuan pada protopplas
tanaman dengan eletroporasi atau dengan polyethyleneglycol (PEG), penembakan eksplan gen dengan gene gun atau di vortex dengan karbit silikon. Teknik pemindahan gen secara tak langsung dilakukan dengan bantuan bakteri Agrobacterium Dari banyak teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media vektor A. tumefaciens paling
sering digunakan untuk metransformasi tanaman, terutama tanaman
kelompok dikotil. Bakteri ini mampu mentransfer gen kedala genom tanaman
melalui eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf disc ) ata bagain lain dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi.
Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing ).
Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut T-DNA (transfer DNA ) yang
berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman dan berintegrasi kedalam
genom tanamn. Karena A. tumefaciens merupakan patogen tanaman maka Agrobacterium sebagai vektor yang digunakan untuk transformasi tanaman adalah bakteri dari jenis plasmid Ti yang dilucuti virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang ditransformasi oleh Agrobacterium dan yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa genetik. Teknik transformasi melalui media vector Agrobacterium pada
tanaman dikotil telah berhasil dengan baik tetapi sebaliknya tidak umum
digunakan pada tanaman monokotil. Namun beberapa peneliti telah
melaporkan bahwa beberapa strain Agrobacterium berhasil metransformasi tanaman monokotil seperti jagung dan padi.
5. Elektroporasi
Metoda transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah elektroporasi dari protoplas, perlakuan polythyleneglycol (PEG
) pada protoplas dan kombinasi anatara dua perlakuan tersebut diatas.
PEG memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan
protoplas, juga melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim
nuclease. Sedangkan elektroporasi dengan perlakukan listrik voltase
tinggi meyebabkan permiabilitasi tinggi untuk sementara pada membran sel
dengan membentuk pori-pori sehingga DNA mudah penetrasi kedalam
protoplas. Integritas membran kembali membaik seperti semula dalam
beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan listrik. Jagung dan padi
telah, berhasil dengan sukses ditransformasi melalui elektorporasi
dengan efisien antar 0,1 – 1 %. Salah satu kelemahan penggunaan
protoplas sebagai eksplan untuk transformasi adalah sulitnya regenerasi
dari protoplas, dan variasi somaklonal akibat panjang periode kultur.
6. Particle bombardment
Teknik paling modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan metoda gene gun atau partikle bombardment. Metode transfer gen ini dioperasikan secara fisik dengan menembakkan partikel DNA-coated langsung
ke sel atau jaringan tanaman. Dengan cara partikel dan DNA yang
ditambahkan menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA melarut dan
tersebar dalam secara independen. Telah didemonstasikan bahwa teknik ini
efektif untuk metransfer gen pada bermacam– macam eksplan. Penggunaan partikle bombardment membuka
peluang dan kemungkinan lebih muda dalam memproduksi tanaman transgenik
dari berbagai spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi dengan Agrobacterium, khususnya tanaman monokotil seperti padi, jagung, dan turfgrass.
7. Silicon carbide
Metoda transfer gen lain yang kurang umum
digunakan dalam transformasi tanaman tetapi telah dilaporkan berhasil
mentransformasi jagung, dan turfgrass adalah penggunaan karbit silikon (silicon carbide ). Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur dengan serat silicon carbide dan
DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan kedalam tabung
Eppendorf, kemudian dilakukan pencampuran dan pemutaran dengan vortex.
Serat silicon carbide berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (microinjection ) untuk memudahkan transfer DNA kedalam sel tanaman.
Kesimpulan
- Teknologi perbaikan tanaman dengan teknik rekayasa genetika dapat membantu teknik pemuliaan konvensional untuk menghasilkan tanaman dengan karakter kulitas dan kuantitas yang diinginkan.
- Jaminan (dengan analisis resiko, seperti produk teknologi lainnya) bahwa satu produk transgenik itu aman dikonsumsi dan dampaknya terhadap lingkungan harus dikeluarkan oleh pengambil kebijakan.
Daftar Pustaka
Bennet, J. 1993. Genes for crop improvements. Genetik Engineering 16 : 93-113.
Herman, M. 1996. Rekayasa genetik untuk perbaikan tanaman. Buletin AgroBio Vol.
I. No. 1. balitbio Tan. Pangan.
Edy Batara Mulya Siregar. 2002. Crop Improvement Via Genetik Engineering. Sumatera Utara: USU
biosejati
manipulasi khromosom.
No comments:
Post a Comment