Thursday 23 May 2013

PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN



Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan mulai mendapat perhatian yang serius sejak dicanangkannya Deklarasi Stockholm pada Tanggal 5 Juli 1972. Sejak itu seluruh negara di dunia,  mulai memberikan perhatian yang serius pada  masalah lingkungan hidup (Salim,1993).  Deklarasi Stockholm, kemudian dilanjutkan dengan Agenda 21 sebagai hasil  KTT Bumi di Rio de Jeneiro pada tahun 1992 dan KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg pada tahun 2002. 

Deklarasi Stockholm  dan Agenda 21, memotivasi  pemerintah Republik Indonesia untuk  semakin memberikan perhatian yang serius pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan (Soemarwoto,2001).  Perhatian pemerintah dibuktikan dengan diterbitkannya Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.

Perhatian tersebut juga ditunjukkan dengan besarnya anggaran untuk melaksanakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.(Amsyari.1995).   Namum demikian, Undang-undang, Peraturan dan Anggaran yang  cukup besar, ternyata belum memberikan hasil yang memuaskan. Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup,  terus terjadi dan semakin lama semakin meluas.
         Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 yang kemudian disempurnakan menjadi  Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, yang kemudian disempurnakan lagi menjadi  Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009,   ternyata tidak mampu mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Para perusak lingkungan tetap saja melakukan aksinya, sehingga degradasi sumberdaya alam dan lingkungan terus terjadi.(Mustari, 2004).

DAMPAK AKTIVITAS PERTANIAN  TAK RAMAH LINGKUNGAN

Kerusakan sumberdaya lahan pertanian terjadi karena aktivitas pertanian yang tidak ramah lingkungan,  terus terjadi di semua propinsi, sehingga lahan kritis terus bertambah dari tahun ke tahun (Soemarwoto,2001).

Menurut Soemarwoto. (2001), sistem pertanian yang terlalu banyak menggunakan input bahan kimia, selain menimbulkan pencemaran, juga menyebabkan terjadinya degradasi  tanah, sehingga  produktivitas lahan semakin menurun dan  tidak mampu memberikan hasil yang  optimal. Hasil penelitian Ala dkk. (2000) membuktikan bahwa pemupukan urea dapat meningkatkan kepadatan tanah, menurunkan tingkat infiltrasi dan meningkatkan erosi.

Eksploitasi hutan yang tidak memperhatikan aspek ekologi, terus terjadi sehingga sumberdaya hutan rusak dan kehilangan fungsi hidroorologisnya.   Hal ini mengakibatkan,     banjir dan kekeringan. Banjir yang mengakibatkan kerugian harta dan merenggut jiwa manusia, merupakan fenomena yang selalu terjadi setiap tahun. Fenomena banjir  ini merupakan hal yang sangat memilukan dan memalukan, bagi hamba Allah yang berkiprah di bidang pengelolaan sumberdaya dan lingkungan (Fauzi, 2001).
Selain kerusakan sumberdaya alam, juga terjadi  pencemaran udara dan air,   baik di kawasan perkotaan  maupun di kawasan pedesaan.  Di kawasan perkotaan,    pencemaran udara dan air,  terjadi karena industri dan penggunaan kendaraan bermotor, yang setiap saat memuntahkan sisa-sisa pembakaran bahan bahan bakar. Di kawasan pedesaan,  pencemaran air terjadi  karena penggunaan  pestisida, herbisida, pupuk an-organik dan bahan kimia lainnya  pada kegiatan pertanian. Penggunaan pestisida yang dimaksudkan untuk memberantas hama dan penyakit, terbukti telah menyebabkan pencemaran pada lingkungan dan secara langsung maupun tidak langsung menganggu kesehatan manusia (Fardiaz.1992).

SISTEM PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

Azas berkelanjutan adalahh salah satu azas pengelolaan sumberdaya alam yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, di mana kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan harus dilestarikan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Azas tersebut sejalan dengan  konsep pertanian berwawasan lingkungan, yang sejak beberapa tahun ini mulai  dilaksanakan di negara kita.
Pertanian berwawasan lingkungan didefisikan sebagai aktivitas pertanian yang secara ekologis sesuai, secara ekonomis menguntungkan, secara sosial diterima dan mampu menjaga kelestarian sumberdaya alam  lingkungan (Susanto, 2002). Sesuai definisi tersebut dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam maka  sistem pertanian ramah lingkungan merupakan konsep pembangunan pertanian yang harus  diterapkan di negara kita,  yang kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan sudah sangat   parah.          

Menurut, Brian (1995), aktivitas pertanian yang banyak menggunakan bahan kimia, terbukti telah menimbulkan pencemaran,  merusak ekosistem,  dan  sangat menganggu kesehatan manusia, sehingga harus diganti dengan aktivitas pertanian yang sedikit mungkin menggunakan bahan kimia.        

Agar program pertanian berwawasan lingkungan berhasil dan berdaya guna, program tersebut harus mengikuti kaidah sebagai berikut (a) menggunakan sedikit mungkin input bahan kimia, (b) melaksanakan tindakan  konservasi tanah dan air, (c) memperhatikan keseimbangan ekosistem dan (d) mampu menjaga stabilitas produksi secara berkelanjutan (Susanto.2002).

Pertanian berwawasan lingkungan yang biasa juga disebut pertanian organik merupakan sistem pertanian yang meminimalkan penggunaan pupuk an-organik, pestisida, herbisida, fungisida, dan bahan kimia lainnya. Menurut Zebua (2003), tujuan yang hendak dicapai dengan melaksanakan sistem pertanian ramah lingkungan,  adalah (a) keseimbangan ekologi, (b) terjaganya keaneka ragaman hayati, (c) terjaganya kelestarian sumberdaya alam, (d) lingkungan hidup yang tidak tercemar dan (e) tercapainya produksi pertanian yang berkelanjutan.

Menurut Wididana (1997), sistem pertanian berwawasan lingkungan awalnya berkembang dari konsep pertanian organik yang di perkenalkan oleh Mokichi Okada pada tahun 1935, yang kemudian dikenal dengan konsep Kyusei Nature Farming (KNF). Konsep ini memiliki lima prinsip, yaitu : (a) Menghasilkan bahan makanan yang aman dan bergizi; (b) Menguntungkan baik secara   ekonomi   maupun   ekologi;  (c) Mudah  dilaksanakan    (d) selaras dengan  alam dan (e) tidak menimbulkan dampak pada lingkungan, secara langsung maupun tidak langsung.  Menurut Soemarwoto (2001), sistem pertanian berwawasan lingkungan pada prinsip adalah bersahabat dan selaras dengan sumberdaya alam dan lingkungan. 

Sistem pertanian berwawasan lingkungan, merupakan salah bagian dari sistem pengembangan pertanian berkelanjutan, yang dapat terlaksana, bila memenuhi lima pilar, yaitu (a) produktif, (b) beresiko kecil, (c) tidak menimbulkan degradasi lahan dan air, (d) menguntungkan secara ekonomi jangka panjang dan (e) diterima oleh masyarakat (Ala, 2001).

Prinsip  dasar sistem pertanian berwawasan lingkungan adalah (a) produksi dikontrol oleh keragaman sistem, (b) memadukan tanaman pohon – tanaman pangan – tanaman pakan – ternak – tanaman penutup tanah, (c) mempertahankan kesuburan tanah dengan menggunakan bahan organik, (d) hama dan penyakit  dikontrol secara terpadu, dan (e) melaksanakan konservasi tanah dan air dengan menggunakan tanaman (King.1994).

Agar sistem pertanian berwawasan lingkungan berhasil dan berdaya guna, program tersebut harus mengikuti kaidah sebagai berikut (a) mengunakan sedikit mungkin input bahan kimia, (b) melaksanakan tindakan  konservasi tanah dan air, (c) menjaga stabilitas produksi untuk jangka panjang dan berkelanjutan,  (d) memperhatikan keseimbangan ekosistem, (e) mampu menyediakan kebutuhan lokal, kebutuhan dalam negeri dan bahkan untuk ekspor (Susanto.2002).
         
Kaidah tersebut hendaknya menjadi perhatian para pakar, para petani, para penyuluh dan para pengambil keputusan di bidang pertanian,  agar  sistem pertanian ramah lingkungan ini  mampu memberikan hasil yang memuaskan.  Perhatian tersebut juga hendaknya diberikan oleh masyarakat kampus,, para pengusaha, para tokoh agama dan para stakeholders lainnya.

MASALAH YANG DIHADAPI

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan sistem pertanian berwawasan lingkungan adalah (a) biaya produksi mahal, (b) memerlukan banyak tenaga kerja, (c) seolah-olah kembali ke pertanian tradisional, (d) produksi dan produktivitas rendah, (e) input yang digunakan jumlah dan volumenya besar, (f) biaya pengangkutan input mahal, dan (g) harga produksi sama saja dengan harga produksi pertanian yang menggunakan input bahan kimia (Mustari,2004).

Banyaknya masalah tersebut membuat banyak petani masih sangat sulit menerima sistem pertanian ramah lingkungan. Hasil penelitian untuk mengetahui persepsi dan penerimaan petani terhadap pertanian berwawasan lingkungan yang dilakukan di Kabupaten Gowa menunjukkan bahwa, persepsi petani terhadap sistem pertanian berwawasan lingkungan kurang baik sehingga masih sangat banyak petani yang belum mau melaksanakan sistem pertanian berwawasan lingkungan ini, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2

Tabel 1. Persepsi Petani Terhadap Sistem Pertanian berwawasan Lingkungan
Persepsi/Pendapat
Jumlah Petani
%
Tidak ada pendapat, karena tidak tahu
78
23.5
Baik,
158
47.6
Tidak Baik
96
28.9
Sumber : Mustari.2004
Tabel 2. Mau atau Tidaknya  Petani Melaksanakan Sistem Pertanian berwawasan  Lingkungan
Mau Atau Tidak Melaksanakan
Jumlah Petani
%
Tidak Mau Melaksanakan
101
30.4
Mau Melaksanakan
231
69.6
Sumber : Mustari (2004)

Hasil penelitian menunjukkan sebuah perusahan perkebunan besar yang beroperasi di Kawasan Timur Indonesia, ternyata belum menerapkan sistem pertanian berwawasan lingkungan. Hal ini merupakan fenomena, betapa sulitnya menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan, baik oleh para petani, maupun oleh perusahaan perkebunan besar.(Syarifuddin.2005)


STRATEGI PENGEMBANGAN
      Sistem pertanian berwawasan lingkungan sangat erat kaitannya dengan program pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Keduanya merupakan kegiatan yang tidak  terpisahkan satu  dengan lainnya karena merupakan kegiatan yang saling berkait dan saling mempengaruhi. Kedua kegiatan ini harus dilaksanakan dalam satu sistem yang saling bersinergi satu dengan lainnya serta mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. 
        Melaksanakan  kegiatan sistem pertanian berwawasan lingkungan tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat maupun daerah, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk Universitas khususnya yang ada Fakultas Pertanian mengemban amanah dan  tanggung jawab untuk ikut berpartisipasi melaksanakan kedua kegiatan yang sangat  strategis tersebut. Perguruan Tinggi dengan “Tri Dharma” nya yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat,   harus berperan secara pro aktif dalam  melaksanakan pertanian ramah lingkungan.
Universitas yang ada Fakultas Pertaniannya harus berpartisipasi secara pro aktif, sehingga sistem pertanian ramah lingkungan dapat dapat dilaksanakan di Indonesia. Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan  di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Ketiga bentuk dharma perguruan tinggi  ini sangat diperlukan  untuk menunjang program pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dengan menerapkan sistem pertanian berwawasan lingkungan.
         
Di bidang pendidikan, partisipasi dapat dilakukan dengan memasukkan muatan program pembangunan berkelanjutan  dalam kurikulum pada beberapa program studi yang relevan. Di bidang penelitian, para dosen bersama para mahasiswa  dapat melakukan penelitian kemudian mengaplikasikan hasil penelitiannya dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

Langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk menerapkan pertanian berwawasan lingkungan, adalah (a) memasukan muatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan pada  beberapa mata kuliah yang berkaitan dengan sistem pertanian berwawasan lingkungan, (b) melaksanakan penelitian secara sistimatik, terarah dan berkelanjutan. (c) melaksanakan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat, (d) melakukan sosialisasi kepada para konsumen agar lebih memprioritasnya hasil produksi pertanian ramah lingkungan, dengan demikian harga produksi menjadi lebih tinggi, (e) mendesak pemerintah untuk memberikan kemudahan, fasilitas dan subsidi kepada para petani yang melaksanakan sistem pertanian ramah lingkungan  dan (f) menciptakan jaringan kemitraan dengan berbagai stake holder untuk mengembangan sistem pertanian berwawasan lingkungan,

Dalam rangka pengembangan sistem pertanian berwawasan lingkungan, Perguruan Tinggi hendaknya menjadi ujung tombak  pelaksanaan sistem pertanian ramah lingkungan. Perguruan Tinggi, jangan hanya menjadi “menara gading” yang hanya “indah” dipandang, namum tidak memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia. Perguruan Tinggi harus menjadi “menara suar” yang mampu memandu masyarakat  untuk    pengembangan pertanian ramah lingkungan dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan

 sumber: ims.unhas.ac.id

. 

No comments:

Post a Comment